Bagi
sebagian besar orang yang telah berkecimpung dalam dunia fotografi pasti
mengetahui atau setidaknya pernah mendengar tentang istilah “sweet spot” pada
lensa. Bagi yang belum pernah mendengar istilah tersebut, pengertian sweet spot
pada lensa adalah settingan dimana lensa menghasilkan gambar yang paling
tajamnya (performa maksimalnya). Pada umumnya sweet spot pada lensa,
diasosiasikan hanya pada aperture setting. Benarkah?
Nikon AF-D 50/1.4 @f/2.8 berada pada sweet spotnya
SWEET SPOT
& PEMILIHAN APERTURE
Kita tentu
sadar, bahwa ketajaman lensa dapat berubah-ubah, pada setting aperture yang
berbeda. Pemilihan sweet spot biasanya dilakukan dengan melakukan
uji/pengetesan pada lensa, memotret obyek dengan setting aperture yang berbeda.
Uji teknis dilakukan dengan test chart terstandar, namun uji sederhana dapat
dilakukan secara individu dengan obyek apapun. Menentukan sweet spot tidaklah
sulit, dengan melihat hasil uji sederhana tersebut, kita harusnya sudah dapat
mengetahui, pada bukaan (F) berapa, lensa yang kita miliki memiliki hasil yang
paling tajam.
Pada
umumnya, sweet spot lensa berada pada 2-3 stop (lebih rendah) dari bukaan
maksimumnya (max aperture). Misalnya, lensa yang kita miliki memiliki bukaan
terbesar f/2.8, walaupun lensa tersebut kita rasa sudah tajam pada bukaan
terbesarnya, namun ketajaman masih meningkat apabila lensa tersebut di
stop-down (diturunkan bukaan aperture-nya) hingga 2-3 stop (pada bukaan f/5.6 –
f/8). Ketajaman biasanya tidak lagi mengalami peningkatan setelahnya, dan malah
terjadi kecenderungan untuk turun di bukaan terkecil (karena difraksi lensa),
oleh karena itu ketajaman maksimal “umumnya” dicapai pada setting 2-3 stop dari
bukaan maksimum).
Nikkor 135/2.8 Pre-Ai @f/5.6 Tajamnya maksimal
Crop dari gambar diatas.
Jadi,
ketajaman “maksimum” (dalam konteks setting aperture), didapat dengan stop down
sekitar 2-3 stop dari bukaan terbesarnya, lalu apakah setiap memotret kita
harus menggunakan setting tersebut? Jawabannya ada pada kita masing-masing.
Tentunya kita menggunakan bukaan terbesar, beberapa alasan utama adalah DoF dan
mengejar speed (atau ISO). Tentulah hal ini menjadi suatu trade-off yang harus
dipilih, mana yang menjadi prioritas. Bagi para landscaper, tentu ketajaman
adalah kritikal, oleh karena itu mengetahui & menggunakan sweet spot lensa
adalah penting, begitu pula bagi para fotografer yang mengutamakan technical
performance.
Biasanya,
pembahasan mengenai sweet spot berhenti disini. Pertanyaan selanjutnya adalah,
apakah “sweet spot” hanya berlaku untuk setting/pemilihan aperture saja?
Tentu tidak,
bila kita telaah lebih lanjut, sebenarnya sweet spot pada lensa juga berlaku
pada pemilihan “jarak fokus”.
SWEET SPOT
& JARAK FOKUS
Tiap lensa
memiliki jarak fokus (working range) yang berbeda-beda, mulai dari Minimum
Focus Distance (MFD) yang berbeda-beda hingga titik infiniti. Kita bisa lihat
dan tes, bahwa pada seluruh setting yang sama (F-number, shutter speed, ISO)
lensa dapat menghasilkan tingkat ketajaman yang berbeda pada jarak yang
berbeda. Hal tersebut bisa saja terjadi karena pada jarak fokus yang berbeda,
(jarak) susunan optik akan berubah juga, yang mengakibatkan daya pisah atau
resolving power yang berbeda pula (walau terkadang terlihat tidak signifikan).
Uji yang bisa dilakukan cukup sederhana, kita hanya perlu melakukan tes
memotret obyek, pada jarak yang berbeda-beda, dan melihat hasilnya.
Pada “umumnya”,
sweet spot jarak fokus lensa terletak pada jarak 2-5 meter (untuk lensa range
FL 80mm – 200mm, range yang paling sering saya gunakan). Untuk lensa lebih
lebar seperti 28mm, 35mm, 50mm, sweet spot “biasanya” berada pada jarak yang
lebih dekat, sekitar 1-3 meter dari lensa.
Hasil lensa Canon EF 50/1.4USM yang "terkenal" soft / kurang tajam
Hal tersebut
tentu saja dapat berbeda pada tiap-tiap lensa, dan tentu saja ada lensa “khusus”
yang memiliki sweet spot hampir di seluruh rentang working range-nya (biasanya
lensa-lensa premium, yang harganya berada pada kelas atas).
Mengetahui
& menggunakan sweet spot jarak fokus ini akan sangat bermanfaat, ketika
lensa yang kita memiliki memiliki desain optik yang “biasa saja” (bukan lensa
premium). Dengan mengetahui hal tersebut, kita bisa memaksimalkan hasil foto,
dengan bermain pada working range optimal, dimana lensa akan memberikan hasil
dengan performa (ketajaman) maksimalnya, sehingga hasil yang diberikan pun
tidak kalah dengan lensa-lensa yang lebih mahal.
Lensa murah seperti Nikkor 100/2.8 Seri E digunakan pada sweet spotnya
KESIMPULAN
Mengetahui
Sweet Spot pada lensa yang kita miliki, akan lebih mendekatkan diri kita dengan
lensa yang digunakan. Hal ini penting, karena dengan hal tersebut, kita bisa
memaksimalkan hasil dari lensa yang kita miliki. Sweet spot jarak fokus dapat digunakan, khususnya ketika kita ingin menggunakan lensa kita pada bukaan terbesarnya.
Perlu diingat, menggunakan lensa “biasa”
secara maksimal, bisa memberikan hasil yang lebih baik, daripada lensa “mahal”
yang tidak/belum digunakan secara maksimal. Semoga bermanfaat!
Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088
bookmark dulu, maha suhu emang keren.. dibaca pas di kantor :ngacir
ReplyDelete