Tentu
kalimat-kalimat seperti ini sudah tidak asing lagi di telinga kita :
“Om, kalau
lensa merk A sama lensa merk B tajeman mana ya?”
“Cakep
fotonya Om, tajemnya pol!”
“Ane punya
duit sekian juta, pingin beli lensa yang paling tajem apa ya?”
Ketajaman
(image sharpness) memang penting, namun bukan satu-satunya faktor/elemen dalam
menentukan “kualitas image”. Entah disadari atau tidak, faktor “ketajaman”
lensa seperti menjadi faktor utama, terlebih dengan makin seringnya kita
mendengar kalimat-kalimat diatas terucap. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan
“ketajaman”? Apakah kita bisa mendefinisikannya? Mari kita bahas lebih lanjut.
MENGENAI
“KETAJAMAN” PADA GAMBAR
Dalam
mendefinisikan ketajaman gambar, sebenarnya ada dua faktor dasar yang
berkontribusi dalam penciptaan persepsi “gambar yang tajam”, yaitu :
1.
Acutance (Daya Pisah)
Saya tidak tahu bahasa Indonesia untuk acutance
(saya menyebutnya dengan “Daya Pisah”), namun acutance dapat dijabarkan sebagai
tingkat transisi warna pada bagian tepi sebuah obyek (pada gambar). Tingkat
acutance yang tinggi menyebabkan bagian tepi (edge) lebih kontras, dan tampak
lebih “tajam” di mata kita.
Kita pasti pun pernah mendengar istilah tentang
“micro contrast” pada lensa. Faktor acutance dalam hal ini dapat lebih
menjelaskan mengenai fenomena micro contrast tersebut. Lensa yang memiliki
tingkat acutance tinggi (hi-acutance) cenderung dinilai memiliki “micro
contrast” yang tinggi.
Tentu saja, ketajaman / tingkat acutance yang lebih
tinggi dapat dicapai melalui olah digital. Kebanyakan software saat ini
mengembangkan algoritma khusus untuk dapat meningkatkan nilai acutance, yang berdampak
pada hasil akhir gambar yang lebih tajam.
2.
Resolusi
Resolusi gambar menentukan ukuran gambar dalam
satuan pixel. Semakin besar resolusi gambarnya, semakin besar kemampuannya
untuk “memisahkan” elemen pada gambar. Pada salah satu standar uji ketajaman,
dimana satuan ukur adalah LPI (line per inch), dapat dilihat bahwa resolusi
memiliki peranan dalam menentukan ketajaman gambar.
Resolusi bergantung pada (sensor) kamera yang digunakan,
sehingga faktor yang bisa diubah setelah kita mengambil gambar adalah pada
tingkat acutance-nya.
Tingkat
ketajaman pada suatu sistem (sensor kamera atau lensa) diukur dari Spatial Frequency
Response (SFR), atau dikenal juga dengan MTF (Modulation Transfer Function).
MTF menunjukkan nilai kontras pada frekuensi spasial tertentu. Kita tidak akan
membahas lebih lanjut mengenai metode pengukuran atau apa itu SFR & MTF
secara teknis, secara singkatnya, hal ini lah yang dijadikan standar pengukuran
untuk tingkat ketajaman.
Ketajaman,
dalam keseharian (real life), dipengaruhi oleh :
·
Lensa (desain, pemilihan aperture, kualitas
optik, jarak, dll). Lensa yang baik memiliki daya pisah atau acutance yang
tinggi.
·
Sensor (resolusi, dan juga anti-aliasing
filter).
·
Image processing, baik image processing pada
body kamera (sharpening & noise reduction), ataupun post-processing yang
dilakukan.
·
Akurasi fokus. Salah satu hal penentu di
lapangan. Misfokus kerap menjadi tantangan yang membuat ketajaman menurun
secara signifikan.
·
Camera shake. Seperti halnya akurasi fokus.
Shake / goyang pada kamera (saat pengambilan gambar) menjadi kendala yang
mengurangi tingkat ketajaman secara signifikan.
·
Gangguan atmospheric, atau “pengotor” pada
udara, seperti halnya asap, kabut, efek thermal dan hal lainnya. Bagi
fotografer landscape, hal ini menjadi kendala yang cukup serius dalam
menghasilkan gambar yang “tajam”.
Gambar yang
“kurang tajam” dapat ditingkatkan oleh proses penajaman (sharpening), pada post
processing, namun proses penajaman pun ada batasnya. Proses penajaman yang
berlebihan (over sharpening), malah dapat menurunkan kualitas gambar (image
quality), dengan menciptakan efek “halo” pada tepi obyek.
Kalau najemin gambar, jangan lebay bro! yang natural aja
IMAGE
QUALITY / KUALITAS GAMBAR
Oke, kita
sudah bahas cukup banyak soal “ketajaman gambar”, namun apakah hanya ketajaman
yang menjadi satu-satunya faktor dalam menentukan kualitas gambar (image
quality)? Ternyata tidak, masih ada hal lain yang perlu diperhatikan untuk
mendapatkan kualitas gambar yang baik.
Berikut
adalah faktor lain yang berpengaruh pada Kualitas Gambar :
1.
Detail pada tekstur & Noise.
Detail secara teknis adalah variansi pada pixel,
yang membuat suatu bidang memiliki banyak informasi, walaupun bidang tersebut
bukan bidang tepi (edge). Detail sering dikaitkan erat dengan “noise”. Noise
dalam konteks ini bukan lah selalu diartikan sebagai “pengotor” pada gambar,
namun sebagai bagian dari detail. Gambar yang terlalu banyak terkena proses
noise reduction, kerap terlihat “dull” atau kehilangan detailnya. Noise, dapat
dibilang mengganggu, apabila mengakibatkan penyimpangan, seperti penyimpangan
warna, dan sebagainya.
2.
Dynamic range, tonal response & Contrast.
Dynamic range adalah rentang dari tingkat
pencahayaan yang dapat ditangkap oleh kamera, diukur dalam satuan F-stop, EV
(Exposure Value) atau Zone. Hal ini berhubungan juga dengan tingkat noise,
dimana noise yang tinggi menandakan rentang dynamic range yang rendah.
Dynamic range,juga berhubungan dengan “tonal response”.
Contrast, atau dikenal juga dengan sebutan “gamma”, adalah nilai rata-rata dari
kurva tonal response. Apabila dijelaskan secara teknis, memang akan susah
dicerna, untuk gambaran mudahnya, kontras yang tinggi pada gambar biasanya
berdampak pada berkurangnya dynamic range, hilangnya detail, atau bahkan
“clipping” (wash-out) pada area shadow / highlight.
Pada prakteknya, Dynamic range berhubungan erat
dengan “pixel pitch size” pada sensor kamera. Hal ini menjelaskan mengapa
kamera dengan sensor lebih besar (yang berdampak pada pixel pitch size yang
lebih besar pula) memiliki rentang Dynamic Range yang lebih baik, daripada
kamera dengan sensor berukuran lebih kecil (pada kondisi pengukuran yang sama),
kecuali teknik-teknik tertentu diaplikasikan untuk mendapatkan dynamic range
yang lebih luas.
3.
Akurasi Warna / tone
Dari sisi “seni”/art akurasi warna bukan hal
kritis, dimana sebagian orang menyukai warna yang nonjok / “punchy” dan
sebagian lainnya menyukai warna-warna yang kalem, tergantung kepada preferensi
masing-masing. Bagi fotografi yang sifatnya lebih “teknikal” dimana ketepatan /
akurasi warna adalah sebuah kebutuhan, hal ini menjadi penting.
Warna / tone seringkali dijadian salah satu acuan
bagi “karakter” bagi lensa atau kamera. Pada lensa, tone biasanya dipengaruhi
oleh coating yang digunakan, dan pada body kamera, tone dipengaruhi oleh jenis
sensor dan image processor yang tertanam pada body.
4.
Distorsi
Distorsi lensa adalah aberasi yang mengakibatkan
garis lurus menjadi melengkung, biasa terjadi pada bagian ujung/sudut gambar.
Pada beberapa jenis fotografi, hal ini dapat menjadi gangguan, seperti halnya
pada fotografi arsitektur, produk, dan juga portrait/beauty. Distorsi dapat
berbentuk “barrel” (pada lensa-lensa wide) dan “pincushion” (pada lensa tele).
Distorsi dapat dikoreksi oleh image processor pada body kamera, ataupun pada
post processing.
5.
Light Falloff (Vignetting) &
ketidakseragaman (non-uniformity)
Light falloff atau sering disebut vignetting adalah
bagian yang lebih gelap, pada bagian pinggir gambar, yang biasanya disebabkan
oleh desain lensa itu sendiri. Biasa terjadi pada lensa sudut lebar (wide atau
ultra wide lens), atau pada lensa-lensa dengan bukaan besar. Vignetting dapat dikoreksi dengan fitur pada
body kamera (bila ada/support), atau melalui post processing.
Light falloff juga merupakan salah satu faktor
penting dalam pembentukan “karakter” dalam lensa yang kerap dibicarakan. Tidak
selamanya light falloff menjadi suatu “kekurangan” yang harus dieliminir,
bahkan beberapa orang malah mencari karakter lensa dengan falloff yang kuat
untuk memperkuat kesan pada gambarnya.
6.
Blemishes (Bercak).
Bercak, adalah kesalahan yang ditimbulkan dari
faktor luar (bukan dari desain lensa atau kamera). Bercak pada gambar dapat
timbul karena debu, jamur, atau kotoran pada sensor. Kecacatan pada manufaktur
juga dapat menyebabkan hal tersebut. Bercak, walaupun dapat dikoreksi pada post
processing, dapat secara signifikan menurunkan kualitas image.
7.
Lateral Chromatic Aberration (LCA)
LCA atau disebut juga sebagai “color fringing”,
adalah jenis aberasi lensa yang menyebabkan timbulnya warna tertentu pada
bagian tepi (yang memiliki kontras tinggi). Warna yang ditimbulkan bisa
bermacam-macam, salah satu warna yang umum dijumpai adalah ungu, sehingga
sering juga disebut sebagai “purple fringing”.
Lateral Chromatic Aberration kerap terjadi pada
desain lensa asimetris, seperti lensa ultrawide, atau pada lensa telephoto
& zoom. Kasus LCA juga kerap terjadi pada lensa dengan bukaan besar, dan
dapat dihindari dengan stop-down, atau menghindari area-area/scene dengan
kontras tinggi.
8.
Veiling Glare / Lens Flare
Veiling glare adalah cahaya “liar” yang tampak pada
hasil gambar, disebabkan oleh refleksi antar elemen lensa & bagian dalam
(internal part / barrel) dari lensa. Lens Flare, image fogging, atau “ghosting”
dapat terjadi pada scene dengan backlight yang kuat, dan terkena langsung ke
elemen depan lensa.
Lens Flare, ghosting, dapat dihindari dengan
menghindari sumber cahaya yang kuat dari depan (backlight), atau penggunaan
shade/lenshood untuk melindungi elemen depan lensa dari paparan cahaya kuat
secara langsung.
9.
Color Moire
Color moire adalah warna artifisial (banding) yang
muncul pada bagian gambar, khususnya dengan pola berulang (repetitive pattern),
seperti bagian dari pakaian (pada foto portrait/close up) atau pada bagian
pagar (pada foto landscape, arsitektur). Color moire timbul sebagai hasil dari
proses “aliasing” pada sensor image.
10.
Artifacts
Artifact pada gambar dapat timbul apabila terjadi processing
yang berlebihan. Visual artifact, dapat berbentuk halo, block, yang terbentuk
dari proses penajaman berlebih (oversharpening), pengubahan warna ekstrim, atau
kompresi image yang berlebihan.
Artifact dapat dihindari dengan pemrosesan gambar yang tidak
berlebihan. Pemrosesan yang dimaksud adalah bisa dari post processing pada
komputer, atau pemrosesan pada kamera (settingan pemrosesan gambar pada
menu-kamera).
KESIMPULAN
Jadi, kita
telah mengenal lebih jauh tentang ketajaman, dan juga faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kualitas gambar. Tentu kita pun akan semakin sadar, bagaimana
cara kita dapat meningkatkan kualitas foto kita secara teknis, dan mengenai
penilaian kita secara teknis terhadap hasil karya fotografi, bukan hanya soal “tajam”
melulu. Semoga bermanfaat.
Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088
No comments:
Post a Comment