Melihat judulnya, tentu bahasan
kali ini bukanlah bahasan yang “ringan”. Proses evaluasi adalah perlu, dan
penting dilakukan, khususnya untuk menjadikan bahan pembelajaran agar ke
depannya kita dapat menghasilkan karya-karya yang tentunya (diharapkan) lebih
baik, dan baik lagi. Sayangnya, evaluasi itu sendiri bukanlah proses yang
sederhana & mudah, mengingat banyaknya aspek yang perlu diperhatikan.
Evaluasi dapat dilakukan oleh diri
sendiri, dan juga melalui penilaian pihak (orang) lain. Dalam dunia digital dan
dunia “media sosial” saat ini, jejaring sosial sering digunakan sebagai “bahan
evaluasi”. Kita tentu tidak asing dengan ungkapan-ungkapan seperti ini :
“Mantab om, fotonya tajam sekali.”
“Bening om, super sekali, ajarin
dong.”
“Tone-nya dewa, bagi presetnya om.”
“melintiir.. ampuun suhuuu..”
Komentar seperti itu tentu
menyenangkan untuk didengar, namun apakah bisa kita jadikan bahan evaluasi
untuk menghasilkan karya yang lebih baik?
Sebelum melangkah lebih jauh, ada
baiknya kita bahas sedikit, “elemen” apa saja yang terkandung dalam suatu karya
fotografi, dan menjadikannya memiliki nilai lebih dibandingkan karya lainnya.
1. KONTEN / ISI
Karya
foto yang bernilai tinggi sarat akan konten / isi. Karya sering kehilangan
makna ketika tidak memiliki isi (atau kurang). Konten menjadi impresi pertama
yang ditangkap oleh otak kita, secara sadar atau tidak. Konten yang dimaksud dapat
berupa :
a) Cerita / Pesan.
Foto yang bercerita, memiliki
pesan di dalamnya bernilai tinggi. Cerita/pesan tidak harus selalu disampaikan
oleh kata-kata. Karya foto yang sarat akan pesan, mampu “bercerita” dengan
sendirinya, walaupun hanya disertai sedikit keterangan, atau tanpa keterangan
sama sekali. Pesan / cerita yang kuat dapat ditangkap mudah oleh nalar (common
sense) siapa saja.
Ekspresi bisa didapat dari manusia ataupun obyek lainnya
b) Ekspresi / Emosi.
Kualitas ekspresi dari karya foto
dapat mencakup mood, jiwa/soul, atau emosi yang berkomunikasi dan dapat
diinterpretasi secara langsung oleh yang melihat karya tersebut. Foto yang
memiliki kekuatan emosional tidak selalu harus sarat akan cerita, namun secara
langsung dapat menggugah emosi yang melihat ke dalam suasana tertentu.
Benda mati pun punya "mood" dan nilai tersendiri untuk dikomunikasikan
2. NILAI ESTETIKA
Hal
selanjutnya yang dapat kita nilai untuk bahan evaluasi adalah dari sisi
estetika (aesthetics). Apa itu estetika? Estetika adalah seperangkat
prinsip-prinsip yang berkaitan dengan apresiasi terhadap “keindahan” secara
alami (dalam konteks seni). Apa saja yang bisa dimasukkan kedalam kategori
tersebut :
a) Komposisi.
Berbicara komposisi tidak selalu
berkaitan dengan “rule of the third”. Mungkin banyak yang langsung
mengasosiasikan kata komposisi dengan Hukum sepertiga bidang tersebut, namun
kita perlu tahu juga kalau komposisi itu setidaknya terdiri dari; komposisi bidang, komposisi warna, &
komposisi tonal (tone). Saya tidak akan menjelaskan detail satu per satu
mengenai komposisi tersebut, namun secara sadar atau tidak, kita akan lebih
mengapresiasi gambar dengan kaidah komposisi yang baik.
kalau komposisi tone-nya beda, hasil akhir pasti akan jadi beda
b) Kekuatan Subyek / Obyek
Mungkin masih ada hubungannya
dengan komposisi bidang, namun bila kita pisahkan tersendiri, kekuatan
subyek/obyek dalam karya foto berbicara tentang seberapa kuat subyek / obyek
utama mendominasi obyek lainnya dalam sebuah karya foto. Kekuatan subyek / obyek
utama dapat diperkuat dengan cara mengisolasinya dari bagian gambar yang lain.
Hal ini biasa dilakukan dengan permainan cahaya, atau juga permainan ruang
tajam.
Obyek utama lebih kuat dengan permainan ruang tajam
c) Seni / Art
Bagian ini sering diartikan ke
arah yang lebih “subyektif” oleh sebagian orang, sehingga banyak yang “berlindung”
dibalik kata seni, dan “tergantung selera”. Namun apakah arti dari “Seni”
tersebut? Saya sendiri bukan sarjana seni, namun kalau saya ambil arti dari
kamus, seni adalah ekspresi, atau pengaplikasian dari kemampuan kreatif dan imajinasi
seseorang, dalam hal ini (fotografi) dalam bentuk visual, yang dapat
diapresiasi dari “keindahan” atau “emosi” yang digambarkan.
Dari terjemahan diatas kita bisa
lihat ada kata “dapat diapresiasi dari keindahan atau emosi yang digambarkan”.
Jadi jelas, apabila bentuk kemampuan kreatif atau imajinasi seseorang, baik itu
yang dituangkan secara visual melalui hasil karya foto mentah, ataupun hasil
olahan digital, tidak dapat ditangkap sebagai sesuatu yang “indah” atau
memiliki nilai emosi tersendiri, tidak dapat dikatakan karya terebut memiliki
nilai seni yang tinggi.
Kemampuan kreatif tiap orang beda-beda. Tujuannya sama, keindahan visual.
3. KUALITAS TEKNIS (KUALITAS IMAGE)
& PRESENTASI AKHIR
Menyangkut
hal teknis pemotretan yang berkaitan erat dengan kualitas image, termasuk di
dalamnya ada unsur ketajaman, detail, noise, dynamic range, CA, dan sebagainya.
Saya tidak membahas lebih detail mengenai image quality, karena sudah saya
bahas sebelumnya di PAGE MENGENAI IMAGE QUALITY (Klik disini).
Kualitas
teknis sepertinya menjadi hal yang paling banyak dibahas, khususnya pada media
sosial. Membahas kualitas teknis suatu karya foto memberikan feedback tentang “peralatan”
atau “teknik” yang kita gunakan. Kualitas teknis penting, khususnya bila kita
mengejar sebuah “technical perfection” (kesempurnaan teknis).
Kurang tajem, banyak noise. Bodo amat! ngga ngejer tajem juga kok
Presentasi
Akhir dalam hal ini mencakup kualitas hasil cetak (apabila penyajian karya foto
dalam bentuk cetak), atau kualitas image digital. Dalam konteks dunia digital,
dan saat ini kebanyakan foto disajikan secara digital, maka presentasi akhir
lebih melibatkan ukuran image, rasio gambar, pemberian watermark, kompresi file,
dan kedalaman warna. Spesifikasi lebih tinggi tidak menjamin penyajian yang
lebih bagus, ketepatan dengan media yang dituju lebih dibutuhkan untuk
apresiasi yang lebih baik terhadap suatu hasil karya.
KESIMPULAN
Setelah membahas hal diatas, kini
kita tahu setidaknya poin-poin apa saja yang layak dievaluasi untuk mendapatkan
peningkatan atas nilai suatu karya foto di masa yang akan datang. Kita perlu
pahami, kegagalan evaluasi adalah salah satu hal yang menyebabkan seolah-olah
kita mengalami suatu kemandekan (stuck) dalam karya-karya yang dihasilkan.
Apabila kita pernah bertanya pada
diri sendiri, “gue stuck nih.. apa lagi yang mesti gue lakukan? Kurangnya dimana?”
sekali lagi, “upgrade gear” bukan satu-satunya jawaban. Mungkin kita bisa
memulai dari mengevaluasi kembali karya-karya kita melalui poin-poin di atas.
Semoga bermanfaat!
Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088
(WA)
No comments:
Post a Comment