Wednesday, September 30, 2015

[Artikel] Sweet Spot "Jarak Fokus" pada lensa

Bagi sebagian besar orang yang telah berkecimpung dalam dunia fotografi pasti mengetahui atau setidaknya pernah mendengar tentang istilah “sweet spot” pada lensa. Bagi yang belum pernah mendengar istilah tersebut, pengertian sweet spot pada lensa adalah settingan dimana lensa menghasilkan gambar yang paling tajamnya (performa maksimalnya). Pada umumnya sweet spot pada lensa, diasosiasikan hanya pada aperture setting. Benarkah?

Nikon AF-D 50/1.4 @f/2.8 berada pada sweet spotnya

SWEET SPOT & PEMILIHAN APERTURE
Kita tentu sadar, bahwa ketajaman lensa dapat berubah-ubah, pada setting aperture yang berbeda. Pemilihan sweet spot biasanya dilakukan dengan melakukan uji/pengetesan pada lensa, memotret obyek dengan setting aperture yang berbeda. Uji teknis dilakukan dengan test chart terstandar, namun uji sederhana dapat dilakukan secara individu dengan obyek apapun. Menentukan sweet spot tidaklah sulit, dengan melihat hasil uji sederhana tersebut, kita harusnya sudah dapat mengetahui, pada bukaan (F) berapa, lensa yang kita miliki memiliki hasil yang paling tajam.

Pada umumnya, sweet spot lensa berada pada 2-3 stop (lebih rendah) dari bukaan maksimumnya (max aperture). Misalnya, lensa yang kita miliki memiliki bukaan terbesar f/2.8, walaupun lensa tersebut kita rasa sudah tajam pada bukaan terbesarnya, namun ketajaman masih meningkat apabila lensa tersebut di stop-down (diturunkan bukaan aperture-nya) hingga 2-3 stop (pada bukaan f/5.6 – f/8). Ketajaman biasanya tidak lagi mengalami peningkatan setelahnya, dan malah terjadi kecenderungan untuk turun di bukaan terkecil (karena difraksi lensa), oleh karena itu ketajaman maksimal “umumnya” dicapai pada setting 2-3 stop dari bukaan maksimum).

Nikkor 135/2.8 Pre-Ai @f/5.6 Tajamnya maksimal

Crop dari gambar diatas.

Jadi, ketajaman “maksimum” (dalam konteks setting aperture), didapat dengan stop down sekitar 2-3 stop dari bukaan terbesarnya, lalu apakah setiap memotret kita harus menggunakan setting tersebut? Jawabannya ada pada kita masing-masing. Tentunya kita menggunakan bukaan terbesar, beberapa alasan utama adalah DoF dan mengejar speed (atau ISO). Tentulah hal ini menjadi suatu trade-off yang harus dipilih, mana yang menjadi prioritas. Bagi para landscaper, tentu ketajaman adalah kritikal, oleh karena itu mengetahui & menggunakan sweet spot lensa adalah penting, begitu pula bagi para fotografer yang mengutamakan technical performance.

Biasanya, pembahasan mengenai sweet spot berhenti disini. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah “sweet spot” hanya berlaku untuk setting/pemilihan aperture saja?
Tentu tidak, bila kita telaah lebih lanjut, sebenarnya sweet spot pada lensa juga berlaku pada pemilihan “jarak fokus”.

SWEET SPOT & JARAK FOKUS
Tiap lensa memiliki jarak fokus (working range) yang berbeda-beda, mulai dari Minimum Focus Distance (MFD) yang berbeda-beda hingga titik infiniti. Kita bisa lihat dan tes, bahwa pada seluruh setting yang sama (F-number, shutter speed, ISO) lensa dapat menghasilkan tingkat ketajaman yang berbeda pada jarak yang berbeda. Hal tersebut bisa saja terjadi karena pada jarak fokus yang berbeda, (jarak) susunan optik akan berubah juga, yang mengakibatkan daya pisah atau resolving power yang berbeda pula (walau terkadang terlihat tidak signifikan). Uji yang bisa dilakukan cukup sederhana, kita hanya perlu melakukan tes memotret obyek, pada jarak yang berbeda-beda, dan melihat hasilnya.
Pada “umumnya”, sweet spot jarak fokus lensa terletak pada jarak 2-5 meter (untuk lensa range FL 80mm – 200mm, range yang paling sering saya gunakan). Untuk lensa lebih lebar seperti 28mm, 35mm, 50mm, sweet spot “biasanya” berada pada jarak yang lebih dekat, sekitar 1-3 meter dari lensa.

Hasil lensa Canon EF 50/1.4USM yang "terkenal" soft / kurang tajam

Crop gambar diatas. Digunakan pada "sweet spotnya" hasilnya tajam kok!

Hal tersebut tentu saja dapat berbeda pada tiap-tiap lensa, dan tentu saja ada lensa “khusus” yang memiliki sweet spot hampir di seluruh rentang working range-nya (biasanya lensa-lensa premium, yang harganya berada pada kelas atas).
Mengetahui & menggunakan sweet spot jarak fokus ini akan sangat bermanfaat, ketika lensa yang kita memiliki memiliki desain optik yang “biasa saja” (bukan lensa premium). Dengan mengetahui hal tersebut, kita bisa memaksimalkan hasil foto, dengan bermain pada working range optimal, dimana lensa akan memberikan hasil dengan performa (ketajaman) maksimalnya, sehingga hasil yang diberikan pun tidak kalah dengan lensa-lensa yang lebih mahal.


Lensa murah seperti Nikkor 100/2.8 Seri E digunakan pada sweet spotnya

Hasil crop gambar diatas. Walaupun wide open, dengan sweet spot jarak fokus, hasil tetap memuaskan

KESIMPULAN
Mengetahui Sweet Spot pada lensa yang kita miliki, akan lebih mendekatkan diri kita dengan lensa yang digunakan. Hal ini penting, karena dengan hal tersebut, kita bisa memaksimalkan hasil dari lensa yang kita miliki. Sweet spot jarak fokus dapat digunakan, khususnya ketika kita ingin menggunakan lensa kita pada bukaan terbesarnya.
Perlu diingat, menggunakan lensa “biasa” secara maksimal, bisa memberikan hasil yang lebih baik, daripada lensa “mahal” yang tidak/belum digunakan secara maksimal. Semoga bermanfaat!

Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088

Tuesday, September 29, 2015

[TEKNIK] Memaksimalkan Reflektor & Filter ND sebagai pengganti flash HSS

Coba bayangkan apabila Anda berada pada situasi pemotretan seperti ini :

-          Pemotretan outdoor (terang benderang)
-          Butuh lensa bukaan besar untuk isolasi obyek dengan BG (Background)
-          Butuh cahaya tambahan (fill-in light) untuk menerangi obyek foto

Tentunya bagi yang kerap mengikuti sesi foto model outdoor sudah tidak asing dengan kondisi pemotretan seperti itu. Melakukan sesi “beauty shoot” di lingkungan outdoor, siang hari tampaknya memang mudah, namun pada kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Tantangan yang kerap dihadapi adalah :

-          Cahaya matahari yang terik membuat shadow keras. Shadow keras pada bagian wajah umumnya akan mengurangi “kecantikan” sang model
-          Apabila memindahkan obyek/model pada area shade (area yang terlindungi, misal dibawah pohon), rentang exposure akan menjadi sangat tinggi, yang mengakibatkan rentan terhadap bagian yang under/over exposed. Model yang berada pada area shade akan cenderung under exposed, atau BG yang terang akan cenderung over exposed
-          Memotret dengan bantuan flash, biasanya terbentur pada “sync speed”. Kamera pada umumnya memiliki sync speed sekitar 1/200 – 1/250s. Kecepatan tersebut pada kondisi cahaya yang sangat terang biasanya masih kurang, yang mengakibatkan kita harus menaikkan F-number dan berdampak pada kemampuan isolasi obyek dan DoF (Depth of Field).
-          Dengan mengecilkan bukaan diafragma (menaikkan F-number), berarti menurunkan exposure value, yang mana butuh fill-in power yang lebih besar. Untuk flash, berarti butuh flash dengan power (GN) yang lebih besar, terlebih bila penggunaan flash diiringi dengan modifier seperti softbox atau umbrella (payung).

Pada kebanyakan kasus, solusi “mudah” bagi tantangan seperti ini adalah : flash dengan kemampuan HSS (High Speed Sync / Sinkron Kecepatan Tinggi), atau flash dengan power lebih besar. Namun tentu saja, flash yang “bagus”, dengan fitur HSS dan power besar biasanya harganya tidak murah. Lagipula, tidak semua body kamera support dengan fitur HSS (biasanya HSS baru ada di body kelas menengah-atas).
Lalu bagaimana dengan pengguna body kamera kelas bawah (baca: entry level), atau para fotografer yang kurang dana untuk membeli peralatan lighting yang membutuhkan kocek tidak sedikit? Tenang, masih ada jalan yang bisa ditempuh, dengan budget yang lebih sedikit dan hasil tidak kalah cantiknya. Mari kita simak beberapa cara berikut

GUNAKAN REFLEKTOR
Reflektor adalah alat bantu yang kerap dilupakan, padahal fungsinya sangat ampuh, dan juga harganya tergolong sangat murah. Reflektor portabel khusus untuk foto yang bisa dilipat dan nyaman dibawa-bawa dapat ditebus dengan harga under Rp 500 ribu. Untuk yang memiliki budget lebih ketat, dapat membuat sendiri reflektor dengan budget yang bahkan lebih murah, mulai dari under Rp 100 ribu.

Motret di kondisi terik tanpa HSS? siapa takut? pakai 1 reflektor bulat saja.

Reflektor sangat efektif untuk penggunaan outdoor. Berikut adalah kelebihan dari penggunaan reflektor yang dapat dimanfaatkan :
-          “power” mengikuti / mengimbangi ambient. Memang powernya tidak sekuat sumber cahayanya, namun untuk fill in, sudah sangat cukup.
-          Apabila membutuhkan fill in power yang lebih besar, dapat dikombinasikan penggunaannya (misal : menggunakan 2 reflektor atau lebih)
-          Ukuran reflektor yang besar/lebar, membuat karakter sebaran cahaya yang lebih luas & halus. Sangat cocok digunakan untuk beauty shot & menghilangkan shadow yang terlalu keras.
-          Color temperature cenderung mengikuti color temperature cahaya ambient. Color temperature pun masih dapat dimodifikasi / diubah dengan menggunakan reflektor yang berwarna (biasanya tersedia putih, siver & gold). Untuk varian color temperature yang lain, dapat menggunakan bahan reflektif yang berwarna lainnya.

Pakai reflektor sebaran cahaya cakep & ngga tampak murahan

GUNAKAN FILTER ND + FLASH
Seperti telah disebut diatas, flash dengan fitur HSS merupakan pilihan yang menarik, terlebih bila isi kantong mengijinkan. Namun bila peralatan yang dimiliki saat ini terbatas (hanya punya flash non-HSS dan body entry level yang belum support HSS), tentu kita tidak boleh kurang akal. Bila nilai exposure terlalu tinggi (memaksa kita menggunakan speed terlalu tinggi, melebihi batas flash sync speed), maka kita bisa mengurangi nilai exposure dengan penggunaan filter ND (neutral density).

ND + Flash membuat eksposure lebih balanced

Filter ND8 (3 stop) hingga ND32 (5 stop) umumnya cukup untuk penggunaan outdoor, dengan kondisi terik sekalipun. Dengan menggunakan ND, nilai exposure akan turun, sehingga kita akan bisa menggunakan lensa bukaan besar (misal f1.4 – f2) dengan speed yang masih bisa sinkron dengan flash, pada siang terik.
Ada beberapa tips & trik untuk penggunaan filter ND + flash agar hasilnya maksimal :
-          Apabila power flash kurang, dekatkan jarak antara flash dengan obyek. Gunakan modifier yang tidak mengurangi power flash terlalu banyak (misal: gunakan payung silver, daripada menggunakan softbox)
-          Flash, dapat dikombinasikan dengan flash lainnya, atau dengan reflektor apabila butuh “power” yang lebih besar.
-          Gunakan ND “secukupnya” hanya untuk mengejar sync speed, jangan gunakan berlebihan (pakai ND lebih besar bukan berarti lebih bagus). Pada kondisi terik sekalipun, ND32 sudah lebih dari cukup untuk mendapatkan flash sync speed di bukaan besar (f1.4 – f2)
-          Filter ND akan cenderung menurunkan kontras gambar (terlebih apabila menggunakan filter ND abal-abal / murah meriah). Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan detail lebih pada bagian-bagian yang kritis, seperti area shadow dan highlight.
-          Filter ND cenderung memberi efek color cast / color shift pada hasil gambar. Hal tersebut sebenarnya mudah dikoreksi pada saat post processing. Atau kita dapat menguranginya di awal dengan mengatur WB (White Balance) secara custom.
-          Gunakan live view untuk mendapatkan “preview” realtime, dan histogram untuk mendapatkan bacaan yang lebih akurat terhadap hasil akhir.

Sangat bermanfaat di kondisi dengan rentang exposure yang tinggi

Flash meminimalisir bayangan pada wajah, walaupun pada pemotretan outdoor

Hal tersebut tentunya masih dapat dikembangkan, sesuai dengan kreatifitas kita, untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, misalnya kombinasi filter ND dengan gradual color, dan sebagainya. Hasil (foto) yang baik, tidak selalu berasal dari peralatan yang mahal. Dunia fotografi adalah dunia tentang kreatifitas. Selamat mencoba.

Salam,

Bosdugem | 087 888 645 088 (WA)

Thursday, September 24, 2015

[Review] Yongnuo 50mm f1.8

50MM, LENSA KITA SEMUA
Siapa yang tidak kenal dengan lensa 50mm? Sepertinya, lensa 50mm adalah lensa prime yang paling populer diantara lensa-lensa prime lainnya, dan bagi kebanyakan orang, lensa prime yang mereka beli adalah 50mm.
Lensa 50mm sangat mudah diterima, mengingat FL-nya cukup fleksibel penggunaannya, ukurannya yang relatif compact, dan juga harganya yang terjangkau. Hampir semua vendor menyediakan pilihan lensa 50mm dalam line-up lensa mereka, dan “racikan” 50/1.8 sepertinya menjadi andalan sebagai item best selling mereka.

Lensa 50mm, siapa sih yang belom pernah pakai?

YONGNUO vs CANON
Seperti review saya sebelumnya mengenai Yongnuo 35/2, lensa YN 50/1.8 pun sepertinya mengadopsi desain dari Canon EF 50/1.8 yang termasuk “legendaris”. Dari tampilan luar, tampak kemiripan, bahkan mount-nya pun sama-sama terbuat dari plastik. Apabila sebelumnya anda pernah memegang Canon 50/1.8, maka feel dan experience yang didapat dari lensa YN 50/1.8 ini pun tidak akan jauh berbeda. Lensa Canon 50/1.8 yang melegenda, salah satunya karena “harga”nya yang murah, kini disajikan kembali oleh Yongnuo dengan harga yang bahkan lebih murah lagi. Saat saya membelinya (Sept 2015), saya merogoh kocek sebesar Rp 750rb untuk YN 50/1.8 baru, sudah termasuk bonus filter UV & ongkos kirim. Luar biasa!

Pakai Yongnuo atau Canon nih?? Yongnuo lah!

PERFORMANCE
Bagian ini akan Saya sajikan singkat saja, mengingat performance dari lensa Yongnuo 50/1.8 tidak jauh berbeda dari Canon EF 50/1.8 yang sudah dikenal oleh kebanyakan fotografer.
Autofokus berjalan cukup cepat & akurat. Kecepatannya tidak secepat lensa USM, namun cukup cepat untuk mengunci obyek bergerak/aktivitas manusia. Ketepatan fokus baik, saat saya gunakan, semua obyek dalam fokus yang tepat. Hal yang kurang adalah, suara motor fokusnya cukup berisik, tidak jauh berbeda dari Canon EF 50/1.8.


buat dapetin momen seperti ini, ga susah

Ketajaman lensa YN 50/1.8 tergolong sangat baik, seperti halnya lensa Canon 50/1.8. Pada beberapa review luar yang melakukan uji teknis bahkan menyatakan lensa Yongnuo ini memiliki ketajaman yang lebih baik daripada versi canon sendiri. Dari pengamatan Saya, hasil dari penggunaan bukaan terbesar (f1.8) tampak sedikit “glowy” (sangat sedikit, tampak bila di zoom 100%), dan jauh lebih baik pada f2 ke atas. Pada f2 – f2.8 obyek yang fokus sangat tajam, dan hasil sangat memuaskan. Bagi saya, lensa ini optimal digunakan pada f2. Begitu pula dari CA/purple fringing, pada setting wide open, tampak sedikit tanda-tanda CA (tidak banyak), dan hilang ketika di stop down.


Soal tajam, ngga usah ditanya lagi. OK lah!

Hampir sama seperti “saudaranya” YN 35/2, satu hal yang unik dari lensa ini adalah karakter bokehnya. Pada obyek yang terang/highlight, bokeh akan cenderung membentuk seperti sisik dan melingkar. Bagi sebagian kalangan, karakter seperti ini banyak dicari. Untuk obyek jarak dekat, bokeh akan dirender dengan halus, bahkan ketika lensa di stop down.

Obyek jarak dekat, bokeh halus. Stop down di f2.8

Untuk BG kompleks seperti ini, keluar bokeh sisik-nya

KESIMPULAN
Dengan harganya yang sangat terjangkau, seharusnya tidak ada yang bisa dikeluhkan terhadap lensa ini. Ringan, low profile, performa baik, lensa ini wajib dimiliki, terlebih jika Anda mencari lensa 50/1.8 untuk sistem Canon. Lensa ini memiliki build quality, performa yang kurang lebih sama dengan Canon 50/1.8, namun dengan penawaran harga yang lebih menarik. Di sisi lain, karakternya yang unik menjadi nilai tambah tersendiri bagi lensa ini.
Semoga bermanfaat.

Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088

Wednesday, September 23, 2015

[Review] Yongnuo 35mm f2.0

KESAN PERTAMA
Yongnuo 35/2 adalah salah satu lensa 3rd party / alternatif yang sangat menarik bagi pengguna Canon. Kesan pertama yang saya dapatkan adalah “sangat sederhana”. Box & packaging yang menyertainya sangat sederhana / minimalis. Saat memegangnya pertama kali, kesan yang didapat adalah ringan, simpel & “murah”. Lensa ini memang terasa sangat ringan, dengan bobot hanya 155Gr, terasa ringan, bahkan untuk ukuran sebuah prime lens. Bobotnya yang ringan, ditambah bahan yang sebagian besar terbuat dari plastik (kecuali lens mount), membuat lensa ini memiliki kesan “murah”, berbeda dari lensa canon 35/2 yang terasa lebih solid dari sisi build quality.

Sekilas mirip sekali dengan Canon EF 35/2

Penampilannya pun sangat sederhana, lensa berbahan body plastik dengan fokus ring dilapisi karet, dan sebuah switch AF/MF. Lensa ini sangat low profile, sangat cocok untuk digunakan menemani street hunt atau kegiatan yang mengutamakan mobilitas & kesederhanaan.

PENGGUNAAN, HANDLING & PERFORMANCE
Pengalaman dalam penggunaannya sangat mirip dengan lensa Canon EF 35/2 (non-IS). Yongnuo 35/2 merupakan lensa yang portable dan ringan, membuatnya ideal untuk dipakai sehari-hari, dalam perjalanan atau dokumentasi ringan. Fokus relatif cepat dan akurat, sama seperti “kembarannya” EF 35/2. Saat saya coba menggunakan untuk dokumentasi sebuah event, tidak ada kendala yang ditemui, lensa ini bekerja dengan sangat baik, sebagaimana mestinya.


Lensa tidak offensive, AF cukup cepat dan juga akurat.

Yongnuo 35/2 didesain untuk sensor fullframe. Untuk kamera fullframe, penggunaannya sangat ideal untuk street photography & travel. Bagi pengguna kamera sensor APS, tentu saja lensa ini akan berlaku seperti lensa normal. Jarak fokus minimum lensa ini terbilang dekat, hanya berjarak 25cm. Walaupun bukan merupakan lensa macro, namun kemampuan fokus jarak dekatnya cukup membantu dalam berbagai situasi untuk mengambil detail dari obyek berukuran kecil.


Jarak fokus minimum hingga 25cm. Sangat berguna untuk mengambil foto seperti ini.

Crop dari foto diatas untuk melihat ketajaman. Diambil pada kondisi wide-open.

Dari sisi ketajaman, lensa ini mampu menghasilkan ketajaman gambar yang baik. Ketajaman sedikit menurun di pinggir gambar (fullframe), namun masih sangat usable, bahkan pada setting wide open. Penggunaan pada sensor berukuran apsc, penurunan ketajaman pada sudut gambar tidak terlalu signifikan. CA handling, bila diarahkan pada bagian yang terang, lensa ini menunjukkan adanya CA, namun tidak terlalu parah. Tone yang dihasilkan, dari tes jepret pada obyek “real life” yang saya lakukan, sedikit lebih warm dari lensa canon.

Tone cenderung warm. CA ada namun masih terkontrol baik.

Karakter bokeh pada ujung gambar. Crop dari gambar diatas.

Hal unik yang perlu diperhatikan dari lensa ini adalah, karakter bokehnya. Untuk obyek jarak dekat (close focus), bokeh dirender dengan halus, namun untuk obyek dengan jarak 2-3 meter, karakter bokeh yang dihasilkan menunjukkan karakter “melintir” (spherical). Bentuk bokeh pun terlihat seperti sisik pada beberapa scene, membuat lensa ini memiliki karakter tersendiri.

Sangat ideal untuk street photography 



KESIMPULAN

Yongnuo 35/2 tampak seperti copy dari lensa canon EF 35/2, dalam versi yang lebih murah / terjangkau. Walaupun performanya tidak jauh berbeda, namun pada beberapa hal cukup terlihat bedanya (karakter). Yongnuo tidak memfokuskan lensa ini pada build quality, namun untuk kualitas hasil dan harga, lensa ini tentu menjadi sangat pantas dilirik, dan menjadi salah satu opsi lensa range 35mm yang paling masuk akal. Bagi anda yang mencari sebuah lensa “low profile” dengan hasil prima & budget ketat, menurut saya lensa Yongnuo ini masuk dalam list teratas.

Semoga bermanfaat.
Salam,

Bosdugem | 087 888 645 088 (WA)

Saturday, September 19, 2015

[ARTIKEL] Bokeh Factor - Simplified!

Kata “bokeh” tentu sudah tidak asing lagi di telinga fotografer, baik bagi fotografer baru (newbie) hingga yang sudah malang melintang. Bokeh adalah bagian “out of focus” dari sebuah karya foto, atau dengan kata lain, bagian image yang “blur/tidak fokus”.
Kualitas bokeh ditentukan oleh banyak hal, mulai dari focal length, aperture value, jarak obyek, desain optik, bentuk blade aperture, dan hal lainnya. Secara kualitatif akan sangat sulit membandingkan kualitas bokeh dari tiap lensa, karena secara kualitatif, unsur estetis akan diperhitungkan, dan hasilnya bisa sangat subyektif tergantung dari preferensi si penilai.

Untuk menyederhanakan hal tersebut, saya mencoba untuk membuat tabel angka “bokeh factor” yang dapat dijadikan panduan untuk melihat “seberapa hancur (baca: blur)” bokeh yang dihasilkan dari suatu lensa, tentunya dengan mengesampingkan faktor kualitatif seperti karakter bokeh, angle of view, dan sebagainya.


Dari tabel tersebut dapat kita lihat perbandingan secara langsung, lensa mana yang menghasilkan bokeh lebih baik (secara teoritis, mengesampingkan karakter).

Contoh kasus, untuk lensa tele : “mana yang menghasilkan BG lebih blur antara lensa 135/2.8 dengan 70-200/4?” bisa kita lihat, bila lensa 70-200/4 dipakai pada tele-end (200mm @f4) akan menghasilkan bokeh yang (sedikit) lebih blur daripada 135/2.8. Pada FL lainnya (misalnya 70-200/4 dipakai pada 135mm) tentu masih kalah dengan 135/2.8.
Nilai pada tabel berlaku untuk obyek dengan jarak yang sama ke kamera, untuk itu hal tersebut tidak bisa dibandingkan begitu saja untuk lensa yang FL-nya berbeda jauh, misal lensa 300mm dengan 50mm, karena memiliki field of view yang berbeda, dan kedua lensa ini memiliki “working range” yang berbeda pula.

KESIMPULAN

Tabel diatas dapat digunakan untuk menyederhanakan, khususnya bagi para bokeh lover yang baru keracunan, untuk memilih, lensa mana yang sesuai (ekspektasi, dan juga budget). Misal, untuk mendapatkan bokeh “sehancur” lensa nikkor 105/2 DC, fotografer dengan budget ketat bisa memanfaatkan lensa 70-300/5.6 yang harganya terjangkau, pada tele end 300mm (tentu saja dengan field of view yang berbeda).
Sekali lagi, tabel ini hanya bentuk “penyederhanaan” yang kiranya dapat dijadikan sebagai “guide sederhana”. Semoga bermanfaat.

Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088 (WA)

[TEKNIK] Photoshop Brush – Menggunakan fitur Scattered Brush

Tentunya nama program “Photoshop” sudah tidak asing di telinga orang saat ini, baik fotografer atau kalangan awam. Fungsinya telah dikenal sebagai program untuk “edit” ataupun “manipulasi” gambar digital. Photoshop sendiri sebagai sebuah program photo editing, tergolong mewah atau komplit, dengan seabreg tools yang disediakan untuk membantu fotografer atau editor dalam mencapai tujuan/hasil akhir yang sesuai dengan keinginan/imajinasi.

Kali ini kita akan bahas mengenai tool “brush” dalam Photoshop, khususnya fungsi scatter yang ada, untuk mempercantik tampilan akhir foto kita.

 bikin efek foto kayak gini nih

Pada Kasus ini, kita akan mencoba untuk membuat foto seperti diatas, foto dengan bulir-bulir dandelion yang bertaburan secara acak & terlihat natural.
Sebelumnya, kita bisa cari (googling) brush dandelion, dan mendownloadnya (seperti contoh pada link ini : http://www.brusheezy.com/brushes/1224-dandelions-photoshop-brushes )
File Brush yang sudah didownload, dapat dimasukkan ke photoshop dengan meng-copy file ke dalam folder Program Files > Adobe > Adobe Photoshop CS > Presets > Brushes.

Langsung saja, berikut langkah-langkah dalam pengerjaannya :

1.       Buka File foto yang ingin kita olah


2.       Load brush (dandelion), dan pilih bentuk brush yang ingin kita gunakan. Tab brush memiliki banyak opsi yang bisa kita atur/mainkan untuk memaksimalkan penggunaannya.


3.       Aktifkan pilihan “shape dynamics”, dan mainkan parameter size jitter, angle jitter & pilihan lainnya sesuai selera, agar saat kita memberi brush, sapuan brush tidak monoton.


4.       Aktifkan pilihan “scattering” sebagai randomizer


5.       Buat layer baru, dan mulai sapukan brush ke gambar. Gunakan juga beberapa bentuk brush yang berbeda agar hasil tampak lebih natural.



6.       Untuk membuat efek “3D” yang lebih natural, seleksi sebagian bulir dandelion. Ane menggunakan masking untuk memilih (masuk mode quick mask (Q) à brush bulir yang ingin kita seleksi à exit quick mask (Q) à invert selection)


7.       Beri efek “gaussian blur” pada bagian bulir dandelion yang telah diseleksi, atur nilainya agar tampak natural.


8.       Lakukan hal yang sama untuk bagian bulir yang berbeda


9.       Seleksi lagi beberapa bagian bulir, kali ini beri efek “motion blur” untuk menambah efek pergerakan obyek. Atur angle dan nilai distance-nya agar tampak natural.


10.   Merge all layers, SELESAI!



Kesepuluh langkah diatas dapat dilakukan dengan sangat cepat, dan tentunya dengan hasil yang dapat menambah nilai estetis pada foto kita.
Eksperimen dengan brush lainnya dapat dilakukan, tentunya untuk pengembangan kreatifitas kita.
Semoga bermanfaat.

Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088 (WA)

Tuesday, September 15, 2015

[TEKNIK] Lightpainting Untuk Fotografi Produk

TEKNIK LIGHTPAINTING
Seperti namanya, lightpainting adalah teknik melukis dengan cahaya. Cahaya yang dimaksud untuk melukis tentu saja berasal dari sumber cahaya artifisial, baik itu berupa flash/strobe, lampu senter, lilin, lentera, kembang api, dan obyek lain yang memancarkan cahaya. Potensinya untuk dikembangkan sangat luas, khususnya dari sisi kreatifitas, dan hal ini sangat menarik, terlebih mengingat fotografi adalah dunia yang bersinggungan erat dengan kreatifitas.

Light painting juga bisa diaplikasikan untuk foto produk atau obyek still/diam lainnya. Setiap penggunaan teknik, ada sisi plus dan minusnya, berikut beberapa kelebihan yang dimiliki penggunaan teknik ini pada fotografi produk :
-          Fleksibel dalam pekerjaan yang membutuhkan pencahayaan detail
-          Setup yang sederhana, tidak membutuhkan ruang besar
-          Rendah biaya, tidak membutuhkan biaya besar (peralatan lighting yang mahal).

Lightpainting bermodalkan 1 buah senter saja.

PERALATAN & SETUP
Kali ini, saya akan coba bahas bagaimana caranya membuat fotografi produk, dengan teknik lightpainting sederhana, yang tentunya, berbiaya rendah. Baiklah, tanpa panjang lebar, berikut peralatan yang dibutuhkan :
-          Kamera & lensa (tentu saja). Kamera apapun yang support kontrol manual & long exposure bisa.
-          Tripod. Karena membutuhkan penggunaan long exposure, kita butuh tripod.
-          Senter. Pada kesempatan ini Saya menggunakan senter LED bonusan dari pembelian batere. Harga senter sepaket dengan batre 4 pcs adalah 30 ribuan (beli di supermarket).

Peralatannya murah meriah, kamera, senter, tripod. Cukup!

Lanjut ke setup, seperti disebutkan diatas, memotret produk dengan lightpainting tidak membutuhkan setup yang rumit. Yang perlu dilakukan adalah :
-          Atur obyek sesuai set yang diinginkan.
-          Pasang kamera pada tripod, atur komposisi obyek.
-          Siapkan senter, matikan lampu, tutup pintu (ruangan kondisi gelap).

TEKNIS MEMOTRET PRODUK DENGAN LIGHT PAINTING
Oke, langsung saja, kita lanjut ke Teknis pemotretan. Ikuti langkah berikut ini :
1.       Kita akan menggunakan sumber cahaya yang kecil (tidak kuat), dan karenanya, akan menggunakan long eksposure pada pemotretannya. Pada contoh foto, saya menggunakan setting ISO 100, f/16, speed : 10s (10 detik), WB sunny (gambar matahari). Saya menggunakan file JPEG saja.
2.       Set fokus ke mode manual, karena kita akan butuh beberapa eksposure / jepretan yang konsisten, agar titik fokus tidak berubah-ubah. Fokuskan dulu obyek pada saat kondisi ruangan terang (sebelum mematikan lampu). Setelah obyek dalam fokus, matikan cahaya ruangan.
3.       Oke, kita mulai memotret. Pada setiap jepretnya (yang pada kasus ini saya menggunakan speed 10 detik), sinari salah satu sisi/bagian obyek dengan senter. Intensitas terang/gelap dapat kita mainkan dengan mengubah lamanya (waktu) eksposure dan juga jarak antara moncong senter dengan obyek.
4.       Lakukan beberapa jepretan dengan penyinaran pada sisi yang berbeda-beda. Banyaknya jepretan bisa mensimulasikan berapa titik pencahayaan yang kita gunakan. Misalnya pada contoh ini Saya menggunakan 6 jepret/exposure, akan membuat hasil foto, seolah-olah menggunakan 6 titik lampu.

Seperti ini, 6 jepret tapi beda-beda. Penyinaran dari sisi yang berbeda di tiap jepret.

Lanjut, setelah tahap jepret selesai, tentunya harus masuk dapur editing / post process nih. Proses editing juga tergolong sederhana, berikut langkah-langkahnya :
1.       Buka Photoshop. Software apapun sebenernya Ok, asalkan mendukung untuk manipulasi gambar dan support multiple layer. Saya menggunakan photoshop yang sudah digunakan oleh umum.
2.       Import gambar-gambar yang dijadikan bahan, masukkan (drag & drop) ke dalam 1 gambar, dan susun dalam layer-layer. Tentuan salah satu gambar sebagai “dasar” layer.
3.       Mulai edit gambar layer per layer. Saya menggunakan masking, dan mengambil hanya “highlight” atau bagian yang tersinari dari tiap layer untuk ditumpuk (overlay). Atur opacity tiap layer sesuai keinginan. Saya mengatur opacity layer yang ditumpuk diatasnya sekitar 50-80%


Gambar yang dijadikan image dasar

Setelah ditambahkan layer dengan lighting dari depan & belakang

Ditambahkan bagian lainnya (samping & detail pada lekukan-lekukan)

4.       Setelah selesai, merge layer, lakukan final adjustment (crop, level, color balance), save image. Selesai!

Hasil Akhir, tidak kalah dengan pemotretan menggunakan setup lighting rumit & mahal!

Contoh foto lainnya dengan penggunaan teknik Light Painting 1 buah senter

KESIMPULAN
Teknik & aplikasi Light painting sangat luas, dan masih bisa dikembangkan sesuai kreatifitas. Penggunaannya tidak hanya sebatas “fun”, namun juga bisa dibawa serius untuk fotografi komersil. Kecil/minimnya “barrier to entry” menjadikannya sangat potensial, khususnya bagi fotografer yang terbatas oleh dana.
Selamat berkarya, semoga bermanfaat.

Salam,
Bosdugem | 087 888 645 088 (WA)